Pernahkah sobat gizi mendengar istilah “sugar-free”? Jadi, “sugar-free” atau bebas gula sering digunakan untuk menandakan ketiadaan gula pada produk makanan atau minuman. Namun, mengapa produk sugar-free masih terasa manis, ya? Lantas, apa sajakah kandungan di dalamnya? Kalau mau tahu jawabannya, yuk simak penjelasan berikut!

 

Sebenarnya isi produk sugar-free itu apa, sih

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM (2022), sugar-free atau bebas gula adalah label yang dapat digunakan untuk menandakan jumlah gula yang rendah, yakni di bawah 0.5 gram per 100 mililiter atau gram, pada produk manis. Untuk menjaga rasa manisnya, gula biasanya digantikan dengan pemanis buatan

Pemanis buatan adalah pemanis yang diproses secara kimiawi dan tidak terdapat di alam (BPOM, 2019). Produk ini biasanya dapat ditemukan pada beberapa jenis permen, minuman bersoda, dan sebagai gula pengganti untuk penderita diabetes. Di Indonesia, terdapat berbagai pemanis buatan yang diakui oleh BPOM (2019):

  • Asesulfam-K atau Acesulfame potassium,
  • Aspartam,
  • Asam siklamat,
  • Kalsium siklamat,
  • Natrium siklamat,
  • Sakarin,
  • Kalsium sakarin,
  • Kalium sakarin,
  • Natrium sakarin,
  • Sukralosa, dan
  • Neotam.

Pemanis buatan memiliki fungsi utama sebagai alternatif gula yang aman dikonsumsi bagi pasien diabetes. Hal ini karena pemanis buatan umumnya tidak dicerna oleh tubuh sehingga gula darah pasien diabetes tidak meningkat secara drastis (Sharma et al., 2016). Namun, fungsinya kadang disalahgunakan oleh orang yang ingin membatasi asupan gula harian dengan harapan dapat mengurangi berat badan.

 

Apakah pemanis buatan perlu diwaspadai?

Walau terdengar sempurna, pemanis buatan tidak sepenuhnya baik bagi setiap orang. Pada tahun 2023, WHO mengeluarkan pernyataan yang menentang penggunaan pemanis buatan untuk mengurangi berat badan atau mengurangi risiko terkena penyakit tidak menular. Berikut merupakan beberapa faktor yang perlu diwaspadai dari pemanis buatan:

  1. Pemanis buatan tidak membantu pengendalian berat badan dalam jangka panjang. Daripada bergantung kepada pemanis buatan, masyarakat sebaiknya mengurangi konsumsi gula dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Pemanis buatan memiliki sifat adiktif (Strawbridge, 2020). Mengonsumsi makanan manis memicu pelepasan hormon dopamin pada otak. Hormon tersebut akan menimbulkan perasaan senang dan meningkatkan keinginan konsumsi makanan manis secara berulang (McCoy, 2012).
  3. Risiko peningkatan asupan kalori. Mengingat sifat pemanis buatan yang rendah atau tidak berkalori, konsumen menjadi lebih tertarik untuk mengonsumsi makanan manis dan mengganti kalori tersebut secara berlebihan. Contohnya, jika sudah mengonsumsi minuman bebas gula, konsumen akan merasa aman untuk memakan kue secara berlebih. Pada kenyataannya, hal tersebut hanya akan menambah asupan kalori harian dari konsumen.

 

Berapa, sih, batas konsumsi harian pemanis buatan?

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebelumnya, jumlah pemanis buatan yang dikonsumsi harus dibatasi. Berikut merupakan batasan untuk konsumsi beberapa jenis pemanis buatan dengan asumsi berat badan konsumen 60 kg (Chattopadhyay et al., 2011; University of Alabama, n.d.):

Jenis Pemanis Buatan Batas Konsumsi (gram/hari)
Aspartam 1.2
Sakarin 0.3
Sukralosa 0.3
Neotam 0.12

 

Batasan pemanis buatan yang berbeda disebabkan oleh tingkat kemanisannya yang bervariasi. Misalnya, aspartam memiliki tingkat kemanisan 200 kali lipat daripada gula dibandingkan dengan neotam yang 7.000-13.000 kali lebih manis daripada gula. Meski memiliki batasan yang cukup tinggi, konsumsi pemanis buatan sebaiknya di bawah batasan yang dianjurkan untuk menjaga kesehatan tubuh.

 

Jadi, pemanis buatan itu berbahaya?!

Terlepas dari itu, penggunaan pemanis buatan masih diperbolehkan asalkan dimanfaatkan dengan baik dan tepat. Untuk pasien diabetes, dianjurkan untuk memanfaatkan pemanis buatan sebagai penambah – bukan pengganti – dan digunakan secukupnya. Untuk masyarakat awam, sebaiknya hindari penggunaan pemanis buatan sebagai sarana pengurangan berat badan dan menjaga asupan gula harian. Batasan konsumsi gula dalam sehari adalah empat sendok makan atau 50 gram (Kemenkes RI, 2022). Kemudian, sebagai alternatif makanan manis, masyarakat dapat mengonsumsi makanan dengan pemanis alami dan kaya akan zat gizi, tinggi kandungan serat, dan rendah indeks glikemiknya (Strawbridge, 2020). Contohnya buah-buahan utuh seperti apel, jeruk, dan persik; sayuran seperti singkong dan wortel; serta minuman seperti susu kedelai dan yoghurt rendah lemak (Kemenkes RI, 2019).

Pemanis buatan memanglah bermanfaat, tetapi juga perlu diperhatikan penggunaannya supaya tetap bijak. Jika awalnya mengincar produk bebas gula untuk mengurangi masukan kalori, maka sebaiknya mengutamakan diet gizi seimbang untuk mengendalikan berat badan daripada bergantung kepada produk bebas gula

 

 

Glosarium

Adiktif : ketergantungan atau kecanduan.
Diabetes : penyakit akibat kadar gula darah puasa di atas 125 mg/dL.
Dopamin : senyawa kimia dalam otak yang berkaitan dengan perasaan senang dan kepuasan.
Indeks glikemik : daftar untuk mengukur kecepatan penguraian karbohidrat menjadi glukosa hingga masuk ke dalam aliran darah.
Kalori : kandungan energi dalam makanan.
Penyakit tidak menular : penyakit yang tidak berpindah dari orang lain.
Serat : senyawa gizi dari tumbuhan yang tidak dapat dicerna.

 

 

Referensi

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2019) PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 11 TAHUN 2019 TENTANG BAHAN TAMBAHAN PANGAN.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2022) PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 1 TAHUN 2022 TENTANG PENGAWASAN KLAIM PADA LABEL DAN IKLAN PANGAN OLAHAN.

Chattopadhyay, S., Raychaudhuri, U. and Chakraborty, R. (2011) ‘Artificial Sweeteners – a review’, Journal of Food Science and Technology, 51(4), pp. 611–621. doi:10.1007/s13197-011-0571-1. 

Doctrow, B. (2023) Erythritol and cardiovascular events, National Institutes of Health. Available at: https://www.nih.gov/news-events/nih-research-matters/erythritol-cardiovascular-events (Accessed: 25 May 2023). 

Harvard School of Public Health. (2023) Low-calorie sweeteners, Harvard T.H. Chan School of Public Health. Available at: https://www.hsph.harvard.edu/nutritionsource/healthy-drinks/artificial-sweeteners/ (Accessed: 22 May 2023). 

Kemenkes RI. (2019) Awas Bahaya Obesitas. Available at: https://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2020/01/Brosur_Awas_Bahaya_Obesitas.pdf (Accessed: 25 May 2023).

Kemenkes RI. (2022) Konsumsi Gula Berlebih, waspadai risikonya, Sehat Negeriku. Available at: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220927/2841159/konsumsi-gula-berlebih-waspadai-risikonya/ (Accessed: 22 May 2023). 

McCoy, M. (2012) Replacing Sugar with Artificial Sweeteners: Is the Replacement of Sugar with Artificial Sweeteners an Effective Strategy for Weight Loss?, University of South Carolina. Available at: https://sc.edu/about/offices_and_divisions/research/news_and_pubs/caravel/archive/2012/2012-caravel-artificial-sweeteners.php (Accessed: 25 May 2023). 

Sharma, A. et al. (2016) ‘Artificial sweeteners as a sugar substitute: Are they really safe?’, Indian Journal of Pharmacology, 48(3), p. 237. doi:10.4103/0253-7613.182888. 

Strawbridge, H. (2020) Artificial sweeteners: Sugar-free, but at what cost?, Harvard Health. Available at: https://www.health.harvard.edu/blog/artificial-sweeteners-sugar-free-but-at-what-cost-201207165030 (Accessed: 22 May 2023). 

University of Alabama (no date) Artificial Sweeteners, The University of Alabama at Birmingham. Available at: https://www.uab.edu/shp/nutritiontrends/recipes-food-facts/food-facts/artificial-sweeteners (Accessed: 22 May 2023). 

WHO. (2023) WHO advises not to use non-sugar sweeteners for weight control in newly released guideline, World Health Organization. Available at: https://www.who.int/news/item/15-05-2023-who-advises-not-to-use-non-sugar-sweeteners-for-weight-control-in-newly-released-guideline (Accessed: 22 May 2023). 

Written by akg

Leave a Reply