Status gizi seseorang menjadi indikator yang penting dalam status kesehatannya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui status gizi, salah satunya dengan penghitungan Indeks Masa tubuh (IMT). IMT adalah suatu cara penilaian terhadap berat badan yang diperoleh dari perbandingan antara berat badan dan tinggi badan. Kemudian, hasil penghitungan tersebut disesuaikan dengan standar antropometri untuk mengetahui kategori status gizi yang sesuai dengan orang yang dihitung IMT-nya.
Status gizi dipengaruhi oleh penyebab langsung dan tidak langsung. Beberapa penyebab langsung antara lain asupan makanan dan ada tidaknya penyakit infeksi, sementara penyebab tidak langsung mencakup ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, pola hidup, pelayanan kesehatan, keadaan lingkungan, sosial ekonomi, dan politik. Salah satu penyebab yang cukup serius adalah pola hidup yang buruk. Adapun contoh pola hidup yang mempengaruhi status gizi secara tidak langsung adalah kebiasaan merokok (UNICEF, 2008)..
Menurut data WHO (2011), angka prevalensi merokok di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, yaitu sebesar 46,8% pada laki-laki dan 3,1% pada perempuan usia 10 tahun ke atas. Meskipun rokok diketahui dapat memperbesar peluang untuk terkena penyakit degeneratif, merokok tetap menjadi hal yang diterima di Indonesia dan cenderung menunjukkan peningkatan prevalensi setiap tahunnya. Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat dipastikan bahwa status kesehatan masyarakat Indonesia akan bertambah buruk ke depannya (Reimondos dkk, 2012).
Isi
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Ilfandari (2015) terhadap remaja putera di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi La Tansa Mashiro tahun 2014, kebiasaan merokok terbukti memberi pengaruh negatif terhadap Indeks Masa Tubuh (IMT) pada remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90.9% responden yang memiliki perilaku merokok mempunyai IMT yang tidak ideal, sementara responden yang tidak memiliki perilaku merokok hanya 16.2% saja yang memiliki IMT yang tidak ideal.
Salah satu penyebab perokok remaja mengalami malnutrisi adalah asupan gizi yang kurang. Nikotin dalam rokok dapat menekan selera makan sehingga memicu perubahan perilaku yang mendorong perokok untuk mengurangi porsi makan. Proses ini dimulai saat pembakaran rokok, yaitu masuknya nikotin ke sirkulasi darah sebesar 25% dan ke otak manusia ± 15 detik. Kemudian, nikotin akan diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik untuk memacu sistem dopaminergik pada jalur imbalan sehingga akan mengurangi selera makan. Selain itu, merokok juga membuat makanan kurang bercita rasa bagi beberapa perokok, yang pada akhirnya juga mengekang selera makan. (Ilfandari, 2015)
Perokok memiliki risiko mengalami penurunan berat badan lebih tinggi daripada bukan perokok meskipun asupan kalorinya sama ataupun lebih tinggi. Hal ini dikarenakan perokok mempunyai energi expenditur yang lebih tinggi dari pada bukan perokok, yaitu sebesar 10% adanya penurunan konsumsi energi dan peningkatan hasil pengeluaran energi dapat menunjukan terjadinya gizi kurang (Ilfandari, 2015).
Di lain sisi, merokok juga ternyata dapat menyebabkan obesitas. Pada umumnya, perokok yang memiliki selera makan yang buruk akan lebih banyak mengonsumsi makanan ringan sebagai pengganti makanan pokok. Apabila perilaku ini tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang rutin, maka akan cenderung meningkatkan risiko obesitas dan terkena penyakit degeneratif. (Chiolero, 2008)
Penelitian yang diterbitkan di Journal Physiology & Behavior pada tahun 2011 dalam Ilfandari (2015) menyatakan bahwa salah satu penghalang orang berhenti merokok adalah ketakutan akan berat badan yang naik setelah berhenti merokok. Padahal, dengan tetap merokok akan memberikan banyak kerugian, yaitu timbulnya penyakit kanker, penyakit jantung, bercak-bercak di paru-paru, dsb. Selain itu, asap rokok juga dapat merusak saluran napas yang menyebabkan napas sesak.
Penutup
Dari segi gizi, rokok jelas memberikan dampak yang buruk. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, merokok dapat menyebabkan status gizi buruk, baik berupa gizi kurang maupun gizi lebih. Oleh karena itu, sudah seharusnya generasi masa kini menjauhkan diri dari rokok demi tercapainya pola hidup yang sehat dan status gizi yang lebih baik.
Referensi:
Chiolero, A. (2008). Consequences of smoking for body weight, body fat distribution, and insulin resistance [online]. American Society for Nutrition, 87:801–9. Available at: http://ajcn.nutrition.org/content/87/4/801.full.pdf [Diakses 20 Maret 2016]
Ilfandari, A, (2015). Hubungan Perilaku Merokok Dengan Indeks Masa Tubuh Remaja Putra. [online] E-Jurnal Obstetrika, 3(1):1-15. Available at: http://ejurnal.latansamashiro.ac.id/index.php/Ejobs/article/viewFile/138/132 [Diakses 20 Maret 2016]
UNICEF. (n.d.). Kerangka Gizi UNICEF. Available at: http://www.unicef.org/nutrition/training/2.5/4.html [Diakses 20 Maret 2016]
Reimondos, A, dkk. (2012). Merokok dan Penduduk Dewasa Muda di Indonesia. AUN: Jakarta. Available at: http://demography.anu.edu.au/sites/default/files/research/transition-to-adulthood/Policy_Background_%232_Smoking-Bhs_Indonesia.pdf [Diakses 20 Maret 2016]
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.