Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia yang berasal dari hasil fermentasi
biji kedelai oleh kapang Rhizopus sp.. Makanan ini sangat sering dijumpai dan dikonsumsi oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut BSN (2012), tempe mengandung berbagai
kandungan gizi yang baik bagi tubuh, antara lain karbohidrat, protein, asam lemak, vitamin,
mineral, dan antioksidan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi tempe memiliki
berbagai manfaat untuk kesehatan, salah satunya dalam mengatasi penyakit dengan angka
kematian tertinggi yakni jantung koroner dan diabetes militus.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa salah satu kandungan gizi pada tempe berupa
protein nabati terutama asam amino dan antioksidan terbukti dalam menurunkan risiko dan
mengatasi penyakit jantung koroner (PJK). Asam amino pada protein nabati banyak arginin,
glisin, dan alanine; sedangkan protein hewani banyak mengandung lisin dan metionin. Asam
amino lisin dan metionin cenderung meningkatkan kadar kolesterol, sedangkan arginin
memperlihatkan efek yang berlawanan. Sehingga konsumsi tempe sebagai sumber protein nabati
positif terhadap perbaikan profil lipid, antara lain: penurunan kolesterol total (terutama kolestrol
plasma), K-LDL dan trigliserida serta meningkatkan K-HDL. US FDA (Food and Drug
Administration) menyebutkan bahwa “25 gram protein nabati per hari sebagai bagian dari diet
rendah SAFA dan kolesterol dapat menurunkan risiko penyakit jantung”. Selain itu konsumsi
protein kedelai sebesar 25-50 gram per hari (sekitar 150 gram atau 3 potong tempe ukuran
sedang) efektif menurunkan 4-8% KLDL dan dapat memperbaiki profil lipid baik pada individu
dengan kondisi normal/sehat maupun hiperkolesterolemia. Menurut studi dari Universitas
Carolina Utara, antioksidan (terutama genestein dan fitoestrogen) berperan sebagai antioksidan
yang potensial serta memperbaiki fungsi endothelial koroner. Sehingga, keberadaan asam amino
pada protein nabati dan antioksidan membantu dalam proses perbaikan fungsi endothelial
koroner, terutama dalam menurunkan risiko PJK. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari
perubahan pola makan dengan menghindari makanan tinggi lemak jenuh, lemak trans dan
kolesterol. Sehingga proses pemasakan tempe yang dsarankan adalah dengan
pengukusan/perebusan singkat (<10 menit) sehingga tetap menjaga zat gizi yang terkandung.
Selain itu kandungan arginin pada tempe yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang
lama terbukti dapat menyembuhkan luka pada penderita diabetes. Hal ini dikarenakan arginin
merupakan salah satu bahan pembentuk nitrat oksida (NO) dalam perannya membantu sintesis
kolagen pada penyembuhan luka. Selain itu, NO yang terkandung juga berperan dalam
metabolisme glukosa (meningkatkan transport glukosa, menurunkan sintesis glukosa dan
glikogen serta menstimulasi pelepasan insulin), metabolisme asam lemak dan asam amino.
Metabolisme glukosa yang terjadi merangsang daya hipoglemik akibat terhambatnya enzim α
glukosidase pada usus yang akan memperlambat proses penguraian karbohidrat menjadi bentuk
sederhana sehingga terjadi penurunan produksi serta pelepasan gukosa darah dan menghambat
laju kerusakan sel β pakreas. Sehingga konsumsi tempe memiliki peran penting sebagai
antidiabetes.
Sumber:
Badan Standarisasi Nasional. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia Untuk Dunia.
Jakarta: BSN
Utari, Rimbawan, et.al. 2011. Potency of Amino Acid in Tempeh for Improving Lipid
Profile and Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 5, No. 4
Astawana, Wresdiyatib, et.al. 2013. Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional
Tempe yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai. Jurnal PANGAN, Vol. 22 No. 3
September 2013 : 241-252
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.